Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2014

Secuil Refleksiku, Milad FLP ke 17

Gambar
Bagi saya, menghadiri milad FLP ke 17 di FH Unversitas Airlangga (22/02) semakin menambah wawasan tentang kepenulisan. Namun jika hanya sekedar tahu, sama dengan bohong. Tentu harus diimbangi dengan tingkatan pemahaman dan action nyata. Satu  lagi yang membuat saya mulai tersadar tentang adanya korelasi antara kualiatas tulisan seseorang dengan tingkat kedekatannya dengan Sang Pencipta. Saya baru tahu jika Pak Dukut Imam Widodo menulis usai bermunajat di sepertiga malam terakhir. Saya juga baru tahu jika ada penulis yang mulai berkarya setelah menunaikan sholat dhuha. Bisa dikatakan karya mereka adalah "ilham" dari Allah. Jangan ditanya bagaimana kualitasnya? Karya yang dihasilkan tentu  bukan karya ecek-ecekan. Begitu dekat mereka dengan Alloh, bahkan aktivitas sebelum mereka menulis adalah aktivitas yang positif. Tentu penulis seperti itu paham betul dengan “tanggung jawab” karyanya terhadap pembaca. Mana mungkin menyesatkan atau ngawur, lha wong sebelum nulis sholat d

Kritik Cerpen Karya Sirikit Syah

Gambar
“Keputusan”: Dari Refleksi Seorang Wanita, Hingga Bangsa Indonesia Dalam cerpen dengan judul “Keputusan” pada kumpulan cerpen "Harga Perempuan" karya S i rikit Syah diceritakan tokoh utama bernama Desi. Wanita lajang yang bekerja di salah satu stasiun tv swasta, sebagai konsultan di bidang produksi berita. Sedangakan Mark adalah kekasih Desi, seorang duda asal Amerika dengan dua anak. Mark bekerja di tempat Desi sebagai konsultan dan manager. Atau bisa dibilang sebagai pengambil keputusan. Suatu hari Mark pergi dengan Susan, sekretaris baru. Desi tidak bisa berbuat apa-apa. Namun, sebuah berita penting mengalihkan kejengkelannya terhadap Mark. Wartawan Desi berhasil meliput berita sebuah truk berisi lusinan tabung gas elpiji yang meledak. Tanpa keberadaan Mark, Desi berusaha agar stasiun tvnya menjadi stasiun pertama menyiarkan berita tersebut. Dengan usaha yang kesar, tanpa meminta pertibangan Mark, Desi berhasil menayangkan berita tersebut. Segala pujian untuknya mu
Pasuruan, 13 Januari 2014 Bismillah,. Mungkin Alloh menakdirkan saya untuk lebih dekat dengan yang namanya "anak-anak". Tidak kurang-kurang, tiap Senin sampe Sabtu pagi berinteraksi dengan anak-anak di SD tempat saya bekerja. Sore samapai menjelang maghrib, mengajar di TPQ dekat rumah. Yah, sebelum amanah lebih berat datang, jadinya dikasih ringan-ringan dulu. Tapi jika dibilang ringan, enggak juga. Tanggung jawabnya gak main-main nih. Mencerdaskan dan mensholihkan anak-anak bukan perkara mudah. Terkadang rasa capek dan lelah setengah hari di sekolah, membuat terlambat menuju TPQ. Maaf ya anak-anakku.

Cerpen: Kumis Priaku

Gambar
KUMIS PRIAKU Mentari semakin merangkak naik. Burung-burung Gereja beradu terbang menuju peraduan. Kalong-kalong mulai merajai senja, terbang rendah di antara pohon flamboyan di tepi trotoar. Lampu-lampu jalan mulai menyala, menggati mentari yang perlahan lenyap. Pejalan kaki semakin mempercepat langkahnya, seakan ingin segera sampai rumah untuk melepas lelah dan bertemu keluarga. Senja kali ini, kulalui dengan kecemasan dan kekecewaan. Berkali-kali kulihat jam di tangan, sudah satu jam aku berada di halte bus. Menunggu kedatangan ayah, sosok yang sudah sembilan tahun meninggalkan aku dan ibu. Di Jeddah, ayah bersama Pakde Sulaiman mengais rezeki di negeri para nabi. “Jangan menangis, anak ayah jadi jelek kalau menangis.” Kata ayah sambil jongkok lalu menyeka air mataku yang menganak sungai. Agak berlebihan memang, tapi usiaku waktu itu masih sepuluh tahun, tak masalah jika aku menangis sesenggukan. Selama sepuluh tahun itu ayah dan ibu memperlakukanku dengan istimewa. Maklum