Ranu Agung Probolinggo
Rahel, karib sejak SMA ngajak ke
Ranu Agung Tiris Probolinggo. Aku yang bertugas jadi kompor, manasin
teman-teman di grup whats up PALU
(akronim dari IPA Telu, kelas waktu kita SMA dulu) biar bisa ngetrip ke sana. Kemampuan saya untuk
menjadi kompor patut diacungi jempol. Hehe.. Saya berhasil menghasut Dolmen
(sepertinya tanpa dihasut dia mau-mau saja), Sufro dengan Izzi (pasutri), dan
Herdi yang jauh-jauh dari Jekardah. Untungnya Alex (temen kerjaku) yang pernah
ke sana, bersedia jadi guide. Tentunya dengan sedikit kemampuan ngrengekku.
Ya, kita belum pernah ke sana sebelumnya. Okeh, si Alex bawa Mintul pacarnya.
Kita janjian kumpul di rumah Rahel
jam 7 pagi tet. Herdi datang paling on
time disusul dengan Dolmen. Sufro dan Izzi masih terjebak hujan namun sudah
dalam perjalanan. Sedangkan aku? Yang sedari pagi subuh sudah siap jasmani dan
rohani, harus nunggu guide yang baru
bisa meluncur jam set 8. Sempet Herdi pake acara ngambul dan leave dari
grup WA gegara kita yang belum bisa tepat waktu. Detik itulah aku jadi pilek
dan pening. Ah pria kadang suka semena-mena, tapi wanita selalu benar. Haha … Singkat
cerita, Alex bersama Mintul pacaranya sudah nunggu di depan rumah.
Alhamdulillah…. Baiklah, kurang lebih perjalanan 15 menit ke Nguling.
Jupri, motor Jupiter Z kesayanganku
mendarat dengan indah di Rumah Rahel. Tampak Scopy coklat milik Herdi dan Revo
Dolmen sudah garing parkir di sana. Oke, mereka gak jadi boikot acara kita.
Buru-buru aku masuk ke rumah Rahel sambil masang muka pura-pura berdosa. Apa
yang terjadi saudara-saudara? Tetiba bertubi blits kamera mengarah padaku. Aku
hanya melongo melihat Dolmen dan Herdi cengar-cengir. Sumpah aku berasa kayak
jadi penulis bestseller yang difotoin
wartawan. Owalah, kamera anyar toh. Alhamdulillah.. dua anak sholeh itu punya
kamera baru. Baiklah, aku siap jadi objek.
Tak lama Sufro dan Izzi nyampe. Ada
yang berbeda dengan muka Izzi. Seperti ada yang ia tutupi. Entahlah apa itu.
Padahal mereka pasangan pengantin baru. Apa ada masalah dengan rumah tangga
mereka? Dan jawaban dari mengapa muka Izzi begitu menyedihkan, akan terjawab
setelah sampai di Ranu Agung nanti.
Tepat jam 8 kita cus ke Ranu Agung.
Yee.. akhirnya berangkat juga. Aku masih
setia dengan si Jupri. Rahel yang aku bonceng di belakang, kuminta untuk
banyak-banyak berdoa. Sufro tentunya bonceng dengan Izzi. Kalau Herdi bonceng
dengan bayangannya, sedangkan Dolmen bersama kenangan kelam masa lalunya.
“Masih jauh gak?” tanyaku pada Alex
saat stop di mini market. Kurasa sudah sejam perjalanan tapi belum ada
tanda-tanda alam yang menceritakan Ranu Agung.
“Kurang 1 setengah jam lagi. Makanya
kita beli cemilan dulu, di sana gak ada apa-apa.” Kata Alex menenangkanku.
Sungguh, waktu satu setengah jam
bukan waktu yang singkat. Ditambah medan yang kadang naik turun. Dan apa yang
aku lakukan dalam perjalanan waktu 1 setengah jam? Pastinya curhat ala
perempuan dengan Rahel. Tapi…. Mana Ranu Agungnya? Mana Ranu Agungnya? Mana
Ranu Agungnya? Sungguh itu menjadi pertanyaan retoris. Bukan karena tidak
membutuhkan jawaban, tapi tidak tau jawabannya.
Ada beberapa jalan yang dirasa
kurang bersahabat. Jalan gak rata alias aspal yang menyisakan batu menganga, genangan
air hujan, dan lumpur yang licin. Rintik gerimis mulai jatuh perlahan. Si Jupri
juga mulai lelah. Dia gak kuat dengan jalan tanjakan. Saat naik dia susah
diajak kompromi. Kemampuanku minda gigi pun juga agak kasar. Sepertinya Rahel
makin banyak berdoa dan teriak-teriak gak jelas. Duh, pulangnya nanti kayak
gimana ya? Pasti melewati jalan yang sama. Akupun jadi galau. Jika dalam
kondisi seperti ini, aku jadi ingat Endik temanku. Dia rajin memberi semangat
pacarnya “Semangat car!” Andai ada yang bilang seperti itu padaku… ah sudahlah.
Kurasa Ranu Agung semakin dekat.
Desir-desir jantung semakin cepat. Entahlah, Alex membuat suasana senangku
rusak sesaat. Tetiba dia berhenti mendadak. Ya ampun apa lagi ini? Di saat Ranu
Agung hampir di depan mata, sepertinya guide
satu ini ada masalah. Salah jalankah? Hape jatoh kah? Dompet ilangkah? Apa?
Kita semua jadi harap-harap cemas. Sampai kita semua berhenti memastikan Alex
akan tetap membawa kita ke tempat tujuan.
“Mbak bawa tongsing? Aku pinjam mau
ngerekam!” setengah teriak Alex memintaku mengeluarkan tongsis. Ya Tuhan, kini
dia dan pacarnya ashik ngerekam perjalanan yang tinggal sejengkal lagi.
Ketawa-ketawa sambil bermesraan. Aku yang tepat di belakangnya cuman bisa
nangis dalam hati. Ujian ini begitu berat ya Allah. Tapi apa yang aku alami,
tidaklah ada apa-apanya bila dibandingkan dengan Herdi. Ya, apa yang akan
terjadi dengan Herdi, nanti kalian akan tau sendiri.
Akhirnya, tepat 10.30 pesona Ranu
Agung sudah bisa kita nikmati. Tak ada tiket. Kita hanya parkir motor saja. Cukup
menyenangkan bukan? Perjalanan 2,5 jam membuat tubuh agak gemetar dan sedikit
terhuyung. Dibutuhkan beberapa menit untuk beradaptasi dengan lingkungan. Dan
di sinilah keanehan pada wajah Izzi mulai terkuak.
“Eh, ada WC gak? Izzi pengen pup.
Mulai dari rumah tadi dia nahan.” Kata Sufro sang istri dengan wajah
cengengesan. Apa? Nahan pup dari rumah sampai sini? Selama 2,5 jam dengan medan
yang aduhai seperti itu? Super sekali Izzi ini. Hahah…. Duh jangan sampe itu
terjadi padaku deh. Kita semua hanya bisa menertawakan. Kalau dijadikan film
bagus tuh, judulnya “WC yang dirindukan”. Untungnya ada warung komplit dengan
WCnya. Beruntunglah Izzi bisa
melampiaskan kerinduannya di sana.
Ada dua tempat untuk menikmati view
Ranu Agung. Dari atas bukit dan bawah bukit. Sengaja kita ke atas bukit dulu.
Nurut guide ceritanya. Kita berjalan
sekitar 5 menit. Herdi dan Dolmen mulai hunting
view dengan kamera anyar mereka. Alex dan Mintul sibuk selfi pake tongsing.
Sufro dan Izzi juga nyelfi seru. Plis jangan tanya apa yang Aku dan Rahel
lakukan ya!
Dari atas bukit, rasa lelah saat
perjalanan semua sirna. Langit biru, awan putih, gunung yang sedikit terbalut
kabut, barisan pohon hijau, danau bening dengan kombinasi warna hijau lumut,
tebing batu yang menjulang, sinar matahari yang tak terlalu menyengat, angin
semilir lembut, dan sedikit tetes gerimis. Kombinasi yang cantik. Kita
menikmati karnyaNya dengan cara berbeda. Saling terdiam, menyelami alam pikiran
masing-masing. “Next trip sama kamu”, “Besok ke sini lagi sama yang halal ah!”,
daaaaaaannnn “Kesalahan ke sini dalam keadaan jomblo!” hahah….
“Aku foto di sini ya! Keliatan
punggungnya aja!” pintaku pada yang lain. Foto yang hanya memperlihatkan
punggung memang menjadi fovoritku (selain foto sambil memperlihatkan deretan
gigi dan jemari membentuk angka dua).
“Eh, mbak! Dulu puji foto preweding persis di situ. Kliatan
punggungnya juga.” Kata Alex.
“Oh ya? Sumpah? Kok kebetulan
banget? Wah moga aja aku segera ketularan. Hahah….” Entahlah aku harus bahagia
atau sedih mendengar penjelasan Alex.
Gak lama Alex juga foto di tempat
yang sama. Tentulah dengan Mintul pacarnya. Lanjut Sufro dan Izzi foto di situ
pula. Yaelah, akunya aja yang baper. Emang pemandangannya di situ paling bagus
buat foto. Mau preweding, pascaweding, atau
pascanising (ups, maaf ya Izzi.
Hhe..) kalau foto, ya foto saja. Gak pake acara ketularan segala.
Puas dengan view dari atas bukit, kita lanjut turun ke tepi danaunya. Okeh,
turunannya berupa jalan setapak yang lumayan agak curam. Kanan kiri masih
rimbun dengan rumput dan pepohonan. Namun demikian rasanya cukup melelahkan.
Ada beberapa rombongan mas-mas dan mbak-mbak yang berpapasan dengan kami.
Wajahnya beku. Kusapa dengan sangat ramah. Namun meraka hanya diam dengan peluh
di sekujur muka. Apa salahku coba? Sedikit menyesal aku menyapa mereka. Tapi,
aku baru bisa memaklumi tabiat rombongan itu setelah naik bukit nanti.
Memang cukup melelahkan. Curamnya
jalan membuat kita harus berjalan ekstra hati-hati. Dan capek pun memaksa kita
untuk meluruskan kaki sejenak. Anehnya, kita masih saja bisa bercanda
ngalor-ngidul. Entah mempercandai diri sendiri atau orang lain. Hal itulah yang
membuat perjalanan jadi menyenangkan dan gak terasa capeknya.
Tepat di sebelah sumber air yang memancur,
kita mengisi energi dengan meminum air. Dan kemampuan berakting dua temanku
mulai dipertunjukkan. Herdi memulai dengan
berlagak wudhu. Sumpah mirip acara Azhan Maghrib di TV. Dolmen mengeluarkan
sabun muka yang baru ia beli di mini market tadi. Aktingnya mirip iklan sabun
muka. Tapi setelah cuci muka, wajahnya tetep aja gak tambah ganteng. Haha…
Sengaja aku berjalan di depan. Ingin
segera tau kanyak gimana kalau dari dekat. Sedikit kebingungan karena ada
persimpangan jalan. Antara ke kanan atau ke kiri. Alex ternyata jauh di
belakang.
“Her, yang bener lewat mana ini?
Kanan apa kiri?” kesalahan jika aku tanya Herdi, karena kita sama-sama baru
pertama kali ke sini.
“Sudahlah, terserah kamu. Women are always right. Wanita selalu
benar.” Kata Herdi dengan gaya khasnya, selow cak! Hahah…. Kalimat pria yang
pasrah dengan keadaan.
Aku pilih jalan yang kiri. Yups,
ternyata wanita memang selalu benar. Heheh….
Kini kita tiba di tepi danau. Tak banyak pengunjung di sana. Hanya
beberapa rombongan anak muda seperti kita. Aduh, kenapa kakiku merinding
begini?
Hal pertama yang kulakukan adalah
meremas-remas air. Merasakan berapa derajat suhu air tersebut. Dingin. Seger.
Sebenarnya aku ingin sedikit ngicipi kayak apa rasa airnya. Tapi aku urungkan
niat setelah Herdi bilang klo airnya habis dibuat cuci kaki Dolmen.
Kembali, kita terdiam menyelami alam
pikiran masing-masing. Sumpah pemandangan dari tepi danau gak kalah cantiknya.
Adem banget lihatnya. Tebingnya yang kecil dari atas kini nampak kokoh. Gesekan
angin rendah menyisir air, membuat gelombang kecil yang seragam bentuknya. Tak
ada polusi apapun di sini. Jadi tenang rasanya. Dilamar di sini seru kayaknya.
Hahah
Kami melihat ada beberapa batu besar
di tepi danau. Tentulah kami tidak menyia-nyiakan fasilitas yang disediakan
oleh Allah. Hhahah… kita jadikan tempat foto. Jepret.. jepret.. kita gantian
berfoto dengan gaya masing-masing.
“Mas, aku fotokan dong!” Pinta Alex
pada Herdi. Wah tuh bocah bener-bener memanfaatkan pemandangan indah dan kamera
anyar buat preweding rupanya.
“Oh, boleh..boleh!” kata Herdi
santai. Kami sibuk mencari spot yang bagus, tidak memperhatikan pasangan preweding dan fotografer dadakan itu.
“ADUH BAPAAAAAK!!” Herdi teriak
kenceng. Kita jadi kepo dengan keadaan. Apa sebenarnya yang terjadi. Kontan
membuat kita menoleh. Kulihat Alex dan Mintul cekikikan. Sedangkan Herdi
seperti menahan sesuatu. Entah adegan apa yang dipertontonkan Alex dan Mintul.
Sampai membuat Herdi gak kuat batin dan mental. Nah itulah ujian untuk Herdi
dari Alex dan Mintul. Hahah…
Tetiba… awan menjadi gelap. Sebelum
benar-benar hujan, kita pastikan foto bersama terlebih dulu. Dan gerimispun tak
bisa ditahan. Untungnya hujan tak terlalu deras, namun tetap membuat kami
sedikit basah. Dan ujian kesabaran pun dimulai. Jalanan menanjak vroh!!
“Ya Allah….”
“Astaghfirullah..”
“Duh gusti..”
Ya, jalan tanjakan ini membuat kita
ingat pada Tuhan. Hhe.. Jalannya begitu menanjak. Rasanya begitu berat membawa
tubuh sendiri. Ngos-ngosan betul deh. Bener kata Rahel, lama kelamaan perut
kita jadi kecil. Tapi dia agak lupa bahwa betis kita bisa meledak karena
kegedean habis naik. Dan jalanan ini cukup panjang yang harus kita lalui. Ah,
dalam keadaan seperti ini, membuat saya jadi kangen tangan yang bisa meraih tanganku.
Ea.. ea..
Aku jadi inget rombongan yang naik
pas kita turun tadi. Pantesan mereka pada cuek saat disapa. Nahan berat dan
capeknya jalan nanjak itu membuat orang jadi pendiam. Begitu pula aku. Kalo pun
Fedi Nuril, Aliando, atau siapa yang lewat, masa bodohlah. Pengennya
cepet-cepet sampe tempat parkir di atas.
Maaf ya Rahel, Dolmen, dan Herdi
yang tertinggal jauh di belakang. Kalo nanjak gini kurang pas buat ngelawak.
Sumpah napas makin ngap kalo deket-deket mereka. Ada ajah yang bikin tertawa. Tapi di depan
makin serem saja. Ada Alex dan Mintul yang saling tolong-menolong. Tak lupa
Sufro dan Izzi bekerjasama dengan baik. Ya Tuhan…
Tak lupa kita sholat dhuhur dulu.
Biar pun kita hobi tadabur alam, tapi Maha Pencipta alam tak boleh dilupakan.
Duhh Dolmen doanya lama banget. Banyak yang diminta rupanya.
Okeh, begitulah perjalanan kami. Seru.
Menyenangkan. Dan seketika pucetnya Rahel jadi ilang. Makasih banyak buat Alex,
mas guide yang baik hati. Herdi yang bayarin parkir, Sufro, Izzi, Rahel yang beliin
makanan, Dolmen yang ikhlas motion kita semua. Next trip sama kalian lagi ya J
Nuansa bening dan romantis. Foto diambil dari atas bukt.
Foto emak-emak nyiapin bekal, setelah perjalanan 3 jam menggunakan motor, akhirnya sampai juga di Ranu Agung Probolinggo
Muka bahagia (Aku, Sufro, dan Izzi) Muka ketutupan (Rahel)
Herdi dan pacar barunya. Eh, maksudnya kamera barunya :D
Ranu Agung dari atas bukit
Membelakangi danau dan gunung yang entah apa namanya
yang ini lebih mirip kayak kenduren
Selonjoran dulu sebelum melanjutkan perjalanan ke Ranu Agung, sekaligus lokasi shooting iklan sabun muka.
Tak lupa makasih banyak buat our guide, Mas Alek dan Mbak Mintul
Komentar
Posting Komentar